Kamis, 07 Februari 2019

Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme. Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai.  Salah satu faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu faktor suhu, temperatur  dan faktor kimia.
Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari lingkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida dan antobiotik.
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologik secara turun menurun. Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat tumbuhnya. Beberapa mikroba dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini dinamakan perubahan secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik. 
Berdasarkan hal tersebut, untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai faktor-faktor  yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme maka dilakukanlah penulisan makalah ini.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka hal-hal yang dapat dijadikan rumusan masalah yaitu:
1.              Faktor-faktor fisik apa sajakah yang mempengaruhi proses fermentasi ?
2.              Faktor-faktor kimia apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme ?
3.              Faktor-faktor biologi apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme ?

1.3  Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan apa sajakah yang mempengaruhi proses fermentasi dan pertumbuhan mikroorganisme terutama dalam hal fisik, kimia, dan biologi.

1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui faktor-faktor lingkungan apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme terutama dalam hal fisik, kimia, dan biologi.











BAB II
LANDASAN TEORI

Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang sesuai. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida. Untuk menentukan batas-batas antara kedua pengertian bakteriostatik dan bakterisida itu sangatlah sukar, dan kedua pengertian itu tidak berlaku bagi spora-spora dan bagi bakteri tahan asam seperti Mycobacterium tuberculosis. Faktor biotik mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme (Dwidjoseputro, 1994).
Nutrisi yang tersedia untuk kultivasi mikroba harus di dukung oleh kondisi fisik yang menghasilkan pertumbuhan optimum. Proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri tentunya juga dipengaruhi oleh suhu. Selain itu suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme (Pelczar & Chan, 1986).
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara mikroorganisme-makanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle, 1985).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya  (Hadioetomo, 1993).
Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman temperatur dapat juga mengubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).
Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH 7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6;tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4; bakteri autotrof tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang bersifat asam atau basa (Volk dan Wheeler,1993).
Sebagian organisme memiliki rentan pH optimum yang cukup sempit. Penentuan pH optimum untuk setiap species harus ditentukan secara empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0, meskipun ada pula (asidopil) yang memiliki pH 10,5. Mikroorganisme mengatur pH internalnya terhadap rentang nilai pH eksternalnya yang cukup luas. Organisme asidofil mempertahankan pH internal kira-kira 6,5, dengan pH eksternalnya berkisar antara 1,0 – 5,0. Organisme neutrofil mempertahankan pH internal kira-kira 7,5, dengan pH eksternal sekitar 5,5 – 8,5 dan organisme alkalofil mempertahankan pH internal kira-kira 9,5 dengan pH eksternal 9,0 – 11,0 (Brooks dkk,1994).
Di dalam alam yang sewajarnya, bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi tidak meracuni diri sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat bakteriostatik.
Tahun 1928, Fleming membiakkan bakteri Staphylococcus dan menemukan ada pembusukan, bakteri mencair, dan disimpulkan adanya substansi yang beracun terhadap Staphylococcus yang diberi nama Penicillin. Obat ini berguna untuk penyembuhan sifilis, bronchitis, lever, gangrene, dan lain-lain. Dosis 50.000 unit Penicillin efektif melawan berbagai infeksi (Dwidjoseputro,1994).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen – agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. (Volk dan Wheeler, 1993).
BAB III
PERMASALAHAN

3.1  Faktor-faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik, oksigen, dan cahaya atau radiasi.
3.1.1        Pengaruh Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan. Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10oC dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua kali lipat. Beberapa jenis mikroba dapat hidup di daerah temperatur yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah tempetur bagi kehidupan mikroba terletak di antara 0oC dan 90oC, sehingga untuk masing-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur minimum suatu jenis mikroba ialah nilai paling rendah dimana kegiatan mikroba asih berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling sesuai atau baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur maksimum adalah nilai tertinggi yang masih dapat digunakan untuk aktivitas mikroba tetapi pada tingkatan kegiatan fisiologi yang paling minimal. Daya tahan mikroba terhadap temperatur tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Ada spesies yng mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit didalam medium pada temperature 60oC; sebaliknya bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus Clostridium tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama 30 menit. Golongan bakteri yang dapat hidup pada batas-batas temperature yang sempit, misalnya Gonococcus yang hanya dapat hidup pada kisaran 30-40oC. golongan mikroba yang memiliki batas temperatur minimum dan maksimum tidak telalu besar, disebut stenotermik. Tetapi Escherichia coli tumbuh pada kisaran temperatur 8-46oC, sehingga beda (rentang) antara temperatur minimum besar, inilah yang disebut golongan euritermik. Bila mikroba dipiara dibawah temperatur minimum atau sedikit diatas temperatur maksimum tidak segera mati, melainkan dalam keadaan dormansi (tidur).
Berdasarkan daerah aktivitas temperatur, mikroba di bagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a.       Mikroba psirkofilik (kryofilik) adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperatur antara 0oC sampai 30oC, dengan temperatur optimum 15oC. kebanyakan golongan ini tumbuh d tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun di lautan.
b.      Mikroba mesofilik adalah golongan mikroba yang mempunyai temperatur optimum pertumbuhan antara 25oC-37oC minimum 15oC dan maksimum di sekitar 55oC. umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada temperatur 40oC atau lebih.
c.       Mikroba termofilik adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperature tinngi, optimum 55oC-60oC, minmum 40oC, sedangkan maksimum 75oC. golongan ini terutama terdapat di dalam sumber-sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bertemperatur lebih tinggi dari 55oC.
Temperatur tinggi melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan menyebabkan terhentinya metabolisme. Dengan nilai temperatur yang melebihi maksimum, mikroba akan mengalami kematian. Titik kematian termal suatu jenis mikroba (Thermal Death Point) adalah nilai temperatur serendah-rendahnya yang dapat mematikan jenis mikroba yang berada dalam medium standar selama 10 menit dalam kondisi tertentu. Laju kematian termal (thermal Deat Rate) adalah kecepatan kematian mikroba akibat pemberian temperatur. Hal ini karena tidak semua spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur tertentu. Biasanya, spesies yang satu lebih tahan dari pada yang lain terhadap suatu pemanasan, oleh karena itu masing-masing spesies itu ada angka kematian pada suatu temperatur. Waktu kematian temal (Thermal Death Time) merupakan waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu jenis mikroba pada suatu temperatur yang tetap.
3.1.2        Pengaruh pH
pH merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen, peningkatan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel. Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri yang bersifat asidofil misalnya Thiobacillus. Jamur umumnya dapat hidup pada kisaran pH rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan dominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pH-nya mikroba dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a) mikroba asidofil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 2,0-5,0, (b) mikroba mesofil (neutrofil), adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan (c) mikroba alkalifil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.

3.1.3        Kelembaban dan Pangaruh Kebasahan serta Kekeringan
Mikroba mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi di atas 85%, sedangkan untuk jamur di perlukan kelembaban yang rendah dibawah 80%. Banyak mikroba yang tahan hidup di dalam keadaan kering untuk waktu yang lama, seperti dalam bentuk spora, konidia, artospora, klamidospora dan kista. Setiap mikroba memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya, biasanya diukur dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikroba umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,90- 0,999. Mikroba yang osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikroba yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya bakteri karena kekeringan itu ialah:
o   Bakteri yang ada dalam medium susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama daripada di dalam gesekan pada kaca obyek. Demikian pula efek kekeringan kurang terasa, apabila bakteri berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar yang kering.
o   Pengeringan di dalam terang itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan di dalam gelap.
o   Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan pada suhu titik-beku.
o   Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. Oksidasi agaknya merupakan faktor-maut.

3.1.4        Tekanan Osmotis
                           Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan  dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga  membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif. Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi
·         mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi,
·         mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen
yang tinggi,
·         mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30 %. Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir.
Khamir osmofil mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw = 0,94). Contoh mikroba halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.

3.1.5        Pengaruh Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernapas, sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen untuk  bernapas. Adanya oksigen pada mikroorganisme anaerob justru akan menghambat pertumbuhannya. Energi pada mikroorganisme anaerob dihasilkan dengan cara fermentasi. Bakteri aerob dan anaerob dapat diidentifikasi dengan menumbuhakan bakteri pada kultur cair. Bakteri obligat aerob yaitu berkumpul dibagian permukaan atas tabung agar dapat memperoleh oksigen secara maksimal. Bakteri obligat anaerob yaitu berkumpul di dasar tabung untuk menghindari oksigen. Bakteri fakultatif yaitu sebagian besar berkumpul di atas tabung karena harus melakukan respirasi aerob. Mikroaerofil yaitu dengan berkumpul dibagian atas tabung tapi bukan bagian permukaan, bakteri ini memerlukan oksigen dalam konsentrasi rendah. Bakteri aerotoleran yaitu tidak dipengaruhi oleh oksigen,bakteri ini tersebar di seluruh tabung.

3.1.6        Pengaruh Radiasi atau Cahaya
Kebanyakan bakteri tidak dapat mengadakan fotosintesis, bahkan setiap radiasi dapat berbahaya bagi kehidupannya. Sinar yang nampak oleh mata kita, yaitu yang bergelombang antara 390 m μ sampai 760 m μ, tidak begitu berbahaya; yang berbahaya ialah sinar yang lebih pendek gelombangnya, yaitu yang bergelombang antara 240 m μ sampai 300 m μ. Lampu air rasa banyak memancarkan sinar bergelombang pendek ini. Lebih dekat, pengaruhnya lebih buruk. Dengan penyinaran pada jarak dekat sekali, bakteri bahkan dapat mati seketika, sedang pada jarak yang agak jauh mungkin sekali hanya pembiakannya sajalah yang terganggu. Spora-spora dan virus lebih dapat bertahan terhadap sinar ultra-ungu. Sinar ultra-ungu biasa dipakai untuk mensterilkan udara, air, plasma darah dan bermacam-macam bahan lainya. Suatu kesulitan ialah bahwa bakteri atau virus itu mudah sekali ketutupan benda-benda kecil, sehingga dapat terhindar dari pengaruh penyinaran. Alangkah baiknya, jika kertas-kertas pembungkus makanan, ruang-ruang penyimpan daging, ruang-ruang pertemuan, gedung-gedung bioskop dan sebagainya pada waktu-waktu tertentu dibersihkan dengan penyinaran ultra-ungu.

3.2  Faktor-faktor Kimia
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu seperti senyawa yang berupa desinfektan dan antibiotik. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak sampai membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat baktetiostatik. Zat yang dapat membunuh membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida.
3.2.1        Desinfektan
a.       Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis
Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah lain untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga desinfektan menjadi menarik.
b.      Formaldehida (CH2O)
Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahanbahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
c.       Alkohol
Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik. Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
d.      Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alcohol, banyak digunakan orang untuk mendesinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan yodium-tinktur.
e.       Klor Dan Senyawa Klor
Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan minum.

3.2.2        Zat Warna
Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri gram positif iktu lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negative. Hijau berlian, hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium untuk mencegah pertumbuhanbakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk mendesinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu diperhatikan supaya warna itu tidak sampai kena pakaian.
3.2.3        Obat Pencuci (Detergen)
Sabun biasa itu tidak banyak khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen bukan saja merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama bakteri yang gram positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak dipakai garam amonium yang mengandung empat bagian. Persenyawaan ini terdiri atas garam dari suatu basa yang kuat dengan komponen-komponen. Garam ini banyak sekali digunakan untuk sterilisasi alat-alat bedah, digunakan pula sebagai antiseptik dalam pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak merusak jaringan, lagipula tidak menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat ini dapat membunuh bangsa jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Agaknya alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama makin banyak dipakai sebagai pencuci alat-alat makan minum di restoran-restoran. Zat ini pada konsentrasi yang biasa dipakai tidak berbau dan tidak berasa apa-apa.

3.2.4        Sulfonamida
Sejak 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia. Terutama bangsa kokus seperti Streptococcus yang menggangu tenggorokan, Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamida. Penggunaan obat-obat ini, jika tidak aturan akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi pula obat-obatan ini dapat menimbulkan golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya. Khasiat sulfonamida itu terganggu oleh asam-p-aminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat memegang peranan sebagai pembantu enzim-enzim pernapasan, dalam hal itu dapat terjadi persaingan antara sulfanilamide dan asam-paminobenzoat. Sering terjadi, bahwa bakteri yang diambil dari darah atau cairan tubuh orang yang habis diobati dengan sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru setelah dibubuhkan sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat tumbuh biasa. Berikut ialah rumus bangun sulfonamide dan asam-p-aminobenzoat.


3.2.5        Antibiotik
Antibiotik yang pertama dikenal ialah pinisilin, yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh jamur Pinicillium. Pinisilin di temukan oleh Fleming dalam tahun 1929, namun baru sejak 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya bermacam-macam antibiotik diketemukan, dan pada dewasa ini jumlahnya ratusan. Genus Streptomyces menghasilkan streptomisin, aureomisin, kloromisetin, teramisin, eritromisin, magnamisin yang masing-masing mempunyai khasiat yang berlainan. Akhir-akhir ini orang telah dapat membuat kloromisetin secara sintetik, obat-obatan ini terkenal sebagai kloramfenikol. Diharapkan antibiotik-antibiotik yang lain pun dapat dibuat secara sintetik pula. Ada yang kita kenal beberapa antibiotik yang dapat dihasilkan oleh golongan jamur, melainkan oleh golongan bakteri sendiri, misalnya tirotrisin dihasilkan oleh Bacillus brevis, basitrasin oleh Bacillus subtilis, polimiksin oleh Bacillus polymyxa. Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibiotik yang hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Pinisilin hanya efektif untuk membrantas terutama jenis kokus, oleh karena itu pinisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu, oleh karena itu tetrasiklin dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebelum suatu antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik itu diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu.

3.2.6        Garam – Garam Logam
Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang kecil saja dapat menumbuhnkan bakteri, daya mana disebut oligodinamik. Hal ini mudah sekali dipertunjukkan dengan suatu eksperimen. Sayang benar garam dari logam berat itu mudah merusak kulit, maka alat-alat yang terbuat dari logam, dan lagi pula mahal harganya. Meskipun demikian orang masih bisa menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat. ONa HgOH SHgCH2.CH3 CH3 NO3 COONa metafen mertiolat Persenyawaan air rasa yang organik dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji – bijian supaya terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan untuk menetesi selaput lendir, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk mencegah gonorhoea. Banyak juga orang mempergunakan persenyawaan perak dengan protein. Garam tembaga jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak digunakan untuk menyemprot tanaman dan untuk mematikan tumbuhan ganggang di kolam-kolam renang.
Pada umumnya kerusakan bakteri dibagi atas 3 golongan yaitu :
a.       Oksidasi
Zat-zat seperti H2O2, Na2BO4, KmnO4, mudah melepaskan oksigen untuk menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya oksigen, sehingga zat ini merupakan desinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun dapat menimbulkan oksidasi.
b.      Koagulasi atau penggumpalan protein
Banyak zat sperti air rasa, perak, tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebakan penggumpalan protein yang merupakan  konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu  merupakan protein yang telah mengalami denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu, protein tidak berfungsi lagi.
c.       Depresi dan ketegangan permukaan
Sabun itu mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun, hanya bakteri yang hidup di dalam usus yang mempunyai daya tahan terhadap empedu, boleh dikatakan pada umumnya bahwa bakteri gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan (depresi) ketegangan permukaan daripada bakteri yang gram positif.

3.3      Faktor-faktor Biologi
Faktor-faktor biologi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu merupakan hubungan atau interaksi antara spesies yang akan menyebabkan perubahan kimia dalam komposisi substrat dan pH. Contoh interaksinya yaitu Netralisme, komensalisme, sinergisme, mutualisme, kompetisi, amensalisme, parasitisme dan predasi.

3.3.1        Netralisme
Netralisme adalah hubungan antara dua populasi yang tidak saling mempengaruhi. Hal ini dapat terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik dipisahkan dalam mikrohabitat, serta populasi yang keluar dari habitat alamiahnya. Sebagai contoh interaksi antara mikroba allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba autochthonous (indigenous), dan antar mikroba nonindigenous di atmosfer yang kepadatan populasinya sangat rendah. Netralisme juga terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif, misal dalam keadaan kering beku, atau fase istirahat (spora, kista).
3.3.2        Komensalisme
Hubungan komensalisme antara dua populasi terjadi apabila satu populasi diuntungkan tetapi populasi lain tidak terpengaruh. Contohnya adalah:
·         Bakteri Flavobacterium brevis dapat menghasilkan ekskresi sistein. Sistein dapat digunakan oleh Legionella pneumophila.
·         Desulfovibrio mensuplai asetat dan H2 untuk respirasi anaerobic Methanobacterium.

3.3.3        Sinergisme
Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk dapat melakukan perubahan kimia tertentu di dalam substrat. Apabila asosiasi melibatkan 2 populasi atau lebih dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme. Sintropisme sangat penting dalam peruraian bahan organik tanah, atau proses pembersihan air secara alami.

3.3.4        Mutualisme (Simbiosis)
Mutualisme adalah asosiasi antara dua populasi mikroba yang keduanya saling tergantung dan sama-sama mendapat keuntungan. Mutualisme sering disebut juga simbiosis. Simbiosis bersifat sangat spesifik (khusus) dan salah satu populasi anggota simbiosis tidak dapat digantikan tempatnya oleh spesies lain yang mirip. Contohnya adalah Bakteri Rhizobium sp. yang hidup pada bintil akar tanaman kacang-kacangan. Contoh lain adalah Lichenes (Lichens), yang merupakan simbiosis antara algae sianobakteria dengan fungi. Algae (phycobiont) sebagai produser yang dapat menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan senyawa organik. Senyawa organik dapat digunakan oleh fungi (mycobiont), dan fungi memberikan bentuk perlindungan (selubung) dan transport nutrien / mineral serta membentuk faktor tumbuh untuk algae.

3.3.5        Kompetisi
Hubungan negatif antara 2 populasi mikroba yang keduanya mengalami kerugian. Peristiwa ini ditandai dengan menurunnya sel hidup dan pertumbuhannya. Kompetisi terjadi pada 2 populasi mikroba yang menggunakan nutrien atau makanan yang sama, atau dalam keadaan nutrien terbatas. Contohnya adalah antara protozoa Paramaecium caudatum dengan Paramaecium aurelia.
3.3.6        Amensalisme (Antagonisme)
            Satu bentuk asosiasi antar spesies mikroba yang menyebabkan salah satu pihak dirugikan, pihak lain diuntungkan atau tidak terpengaruh apapun. Umumnya merupakan cara untuk melindungi diri terhadap populasi mikroba lain. Misalnya dengan menghasilkan senyawa asam, toksin, atau antibiotika. Contohnya adalah bakteri Acetobacter yang mengubah etanol menjadi asam asetat. Thiobacillus thiooxidans menghasilkan asam sulfat. Asam-asam tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Bakteri amonifikasi menghasilkan ammonium yang dapat menghambat populasi Nitrobacter.

3.3.7        Parasitisme
Parasitisme terjadi antara dua populasi, populasi satu diuntungkan (parasit) dan populasi lain dirugikan (host / inang). Umumnya parasitisme terjadi karena keperluan nutrisi dan bersifat spesifik. Ukuran parasit biasanya lebih kecil dari inangnya. Terjadinya parasitisme memerlukan kontak secara fisik maupun metabolik serta waktu kontak yang relatif lama. Contohnya adalah bakteri Bdellovibrio yang memparasit bakteri E. coli. Jamur Trichoderma sp. memparasit jamur Agaricus sp.

3.3.8        Predasi
Hubungan predasi terjadi apabila satu organisme predator memangsa atau memakan dan mencerna organisme lain (prey). Umumnya predator berukuran lebih besar dibandingkan prey, dan peristiwanya berlangsung cepat. Contohnya adalah Protozoa (predator) dengan bakteri (prey). Protozoa Didinium nasutum (predator) dengan Paramaecium caudatum.












BAB IV
PENUTUP

3.3  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan Makalah “Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme” dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.      Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu pengaruh temperatur, kelembaban dan pengaruh kebasahan serta kekeringan, pengaruh perubahan nilai osmotic, kadar ion Hidrogen (pH), oksigen, dan pengaruh sinar atau radiasi.
2.      Faktor lingkungan kimia yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis, Formaldehida (CH2O), alcohol, yodium, Klor Dan Senyawa Klor, zat warna, Obat Pencuci (Detergen), Sulfonamida, antibiotik, garam-garam logam.
3.      Faktor lingkungan biologi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu netralisme, komensalisme, sinergisme, mutualisme (simbiosis), kompetisi, Amensalisme (Antagonisme), parasitisme, predasi.

3.4  Saran
Bagi mahasiswa yang ingin memanfaatkan jasa dari mikroorganisme harus selalu memperhatikan pengaruh lingkungan yang dibutuhkan mikroorganisme untuk proses kehidupannya. Hal ini sangat diperlukan agar mahasiswa dapat memanfaatkan semaksimal mungkin jasa dari mikroorganisme tersebut untuk meningkatkan pendapatan atau juga untuk kepentingan lainnya yang bermanfaat dalam kehidupannya, tanpa menganggu kehidupan dari mikroorganisme tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

            Brooks, dkk., 1994, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran
                        EGC, Jakarta.

Buckle, K. A, 1985, Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambaran, Jakarta.

Fardiaz, S., 1992, Analisa mikrobiologi Pangan, Gramedia, Jakarta.

Hadioetomo, R.S., 1993, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi,    
Gramedia, Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar