BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Fermentasi adalah
proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.
Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan
tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi
dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi
anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki
akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi
yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat
inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
Kehidupan makhluk hidup sangat
tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme. Salah satunya yaitu
menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan
faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba
menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, dan untuk menunjang
pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan
nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya
kultivasi berbagai tipe mikroba, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient
serta faktor lingkungan yang sesuai.
Salah satu faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba yaitu faktor suhu, temperatur
dan faktor kimia.
Mikroba ialah jasad renik yang
mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat
hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari
lingkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan.
Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia
lainnya. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau
bakterisida dan antobiotik.
Semua makhluk hidup sangat
bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk-makhluk
halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga
untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan
diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme
terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat
sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga
mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologik secara turun
menurun. Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,
akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri
termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat tumbuhnya. Beberapa
mikroba dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini
dinamakan perubahan secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungannya. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan
diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor
abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.
Berdasarkan hal tersebut, untuk
menambah pengetahuan serta wawasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
maka dilakukanlah penulisan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka hal-hal yang dapat dijadikan rumusan masalah yaitu:
1.
Faktor-faktor fisik apa
sajakah yang mempengaruhi proses fermentasi ?
2.
Faktor-faktor kimia apa
sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme ?
3.
Faktor-faktor biologi apa
sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor lingkungan apa sajakah yang mempengaruhi proses
fermentasi dan pertumbuhan mikroorganisme terutama dalam hal fisik, kimia, dan
biologi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari
penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui faktor-faktor lingkungan apa
sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme terutama dalam hal fisik,
kimia, dan biologi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung
dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan,
mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga
diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba
tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan
respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba,
diperlukan suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang sesuai. Faktor
kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia
lainnya. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau
bakterisida. Untuk menentukan batas-batas antara kedua pengertian bakteriostatik
dan bakterisida itu sangatlah sukar, dan kedua pengertian itu tidak berlaku
bagi spora-spora dan bagi bakteri tahan asam seperti Mycobacterium
tuberculosis. Faktor biotik mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama
antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan
sintropisme (Dwidjoseputro, 1994).
Nutrisi yang tersedia untuk
kultivasi mikroba harus di dukung oleh kondisi fisik yang menghasilkan
pertumbuhan optimum. Proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan
karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan
bakteri tentunya juga dipengaruhi oleh suhu. Selain itu suhu juga mempengaruhi
laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme (Pelczar & Chan,
1986).
Kemampuan mikroorganisme untuk
tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosistem pangan. Suatu
pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara
mikroorganisme-makanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan
tersedianya oksigen (Buckle, 1985).
Kehidupan bakteri tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi
keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup,
perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan
dapat dibagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana,
faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu mencakup adanya
asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk
simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor
abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan
osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia
(misal: adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).
Karena semua proses pertumbuhan
bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi
oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total
pertumbuhan organisme. Keragaman temperatur dapat juga mengubah proses-proses metabolik
tertentu serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).
Medium harus mempunyai pH yang
tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh
dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae).
Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8.
Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH 7) atau pH yang
sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6;tidak jarang dijumpai
organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu organisme
dapat bertahan dengan baik pada pH 4; bakteri autotrof tertentu merupakan
pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang
bersifat asam atau basa (Volk dan Wheeler,1993).
Sebagian organisme memiliki rentan
pH optimum yang cukup sempit. Penentuan pH optimum untuk setiap species harus
ditentukan secara empirik. Sebagian besar organisme (neutrofil) tumbuh baik
pada pH 6,0 – 8,0, meskipun ada pula (asidopil) yang memiliki pH 10,5.
Mikroorganisme mengatur pH internalnya terhadap rentang nilai pH eksternalnya
yang cukup luas. Organisme asidofil mempertahankan pH internal kira-kira 6,5,
dengan pH eksternalnya berkisar antara 1,0 – 5,0. Organisme neutrofil
mempertahankan pH internal kira-kira 7,5, dengan pH eksternal sekitar 5,5 – 8,5
dan organisme alkalofil mempertahankan pH internal kira-kira 9,5 dengan pH
eksternal 9,0 – 11,0 (Brooks dkk,1994).
Di dalam alam yang sewajarnya,
bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia sampai mati karenanya.
Hanya manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan bakteri
meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi tidak meracuni diri
sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat yang hanya
menghambat pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik
atau zat bakteriostatik.
Tahun 1928, Fleming membiakkan
bakteri Staphylococcus dan menemukan ada pembusukan, bakteri mencair, dan
disimpulkan adanya substansi yang beracun terhadap Staphylococcus yang diberi nama
Penicillin. Obat ini berguna untuk penyembuhan sifilis, bronchitis, lever,
gangrene, dan lain-lain. Dosis 50.000 unit Penicillin efektif melawan berbagai
infeksi (Dwidjoseputro,1994).
Desinfektan adalah bahan kimia yang
dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang
menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan,
waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe
mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat
sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin
dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam
pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen – agen patogen.
Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen – agen kimia sesuai dengan
kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin
beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. (Volk dan Wheeler, 1993).
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Faktor-faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu meliputi temperatur, pH, tekanan
osmotik, oksigen, dan cahaya atau radiasi.
3.1.1
Pengaruh
Temperatur
Temperatur merupakan salah satu
faktor yang penting di dalam kehidupan. Temperatur menentukan aktivitas enzim
yang terlibat dalam aktivitas kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10oC
dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua kali lipat. Beberapa jenis
mikroba dapat hidup di daerah temperatur yang luas sedang jenis lainnya pada
daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah tempetur bagi kehidupan mikroba
terletak di antara 0oC dan 90oC, sehingga untuk
masing-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum.
Temperatur minimum suatu jenis mikroba ialah nilai paling rendah dimana
kegiatan mikroba asih berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling
sesuai atau baik untuk kehidupan mikroba. Temperatur maksimum adalah nilai
tertinggi yang masih dapat digunakan untuk aktivitas mikroba tetapi pada
tingkatan kegiatan fisiologi yang paling minimal. Daya tahan mikroba terhadap
temperatur tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Ada spesies yng mati setelah
mengalami pemanasan beberapa menit didalam medium pada temperature 60oC;
sebaliknya bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus
Clostridium tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama 30
menit. Golongan bakteri yang dapat hidup pada batas-batas temperature yang
sempit, misalnya Gonococcus yang hanya dapat hidup pada kisaran 30-40oC. golongan
mikroba yang memiliki batas temperatur minimum dan maksimum tidak telalu besar,
disebut stenotermik. Tetapi Escherichia coli tumbuh pada kisaran temperatur
8-46oC, sehingga beda (rentang) antara temperatur minimum besar, inilah yang
disebut golongan euritermik. Bila mikroba dipiara dibawah temperatur minimum
atau sedikit diatas temperatur maksimum tidak segera mati, melainkan dalam
keadaan dormansi (tidur).
Berdasarkan daerah aktivitas
temperatur, mikroba di bagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a.
Mikroba psirkofilik
(kryofilik) adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperatur
antara 0oC sampai 30oC, dengan temperatur optimum 15oC.
kebanyakan golongan ini tumbuh d tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun
di lautan.
b.
Mikroba mesofilik adalah golongan
mikroba yang mempunyai temperatur optimum pertumbuhan antara 25oC-37oC
minimum 15oC dan maksimum di sekitar 55oC. umumnya hidup
di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik
pada temperatur 40oC atau lebih.
c.
Mikroba termofilik adalah
golongan mikroba yang dapat tumbuh pada daerah temperature tinngi, optimum 55oC-60oC,
minmum 40oC, sedangkan maksimum 75oC. golongan ini
terutama terdapat di dalam sumber-sumber air panas dan tempat-tempat lain yang
bertemperatur lebih tinggi dari 55oC.
Temperatur tinggi melebihi
temperatur maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan
menyebabkan terhentinya metabolisme. Dengan nilai temperatur yang melebihi
maksimum, mikroba akan mengalami kematian. Titik kematian termal suatu jenis
mikroba (Thermal Death Point) adalah nilai temperatur serendah-rendahnya yang
dapat mematikan jenis mikroba yang berada dalam medium standar selama 10 menit
dalam kondisi tertentu. Laju kematian termal (thermal Deat Rate) adalah kecepatan
kematian mikroba akibat pemberian temperatur. Hal ini karena tidak semua
spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur tertentu. Biasanya, spesies
yang satu lebih tahan dari pada yang lain terhadap suatu pemanasan, oleh karena
itu masing-masing spesies itu ada angka kematian pada suatu temperatur. Waktu
kematian temal (Thermal Death Time) merupakan waktu yang diperlukan untuk
membunuh suatu jenis mikroba pada suatu temperatur yang tetap.
3.1.2
Pengaruh pH
pH merupakan indikasi konsentrasi
ion hidrogen, peningkatan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi
gugus-gugus protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan
denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel. Mikroba umumnya menyukai pH
netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin).
Contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna
urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya
Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri yang bersifat
asidofil misalnya Thiobacillus. Jamur umumnya dapat hidup pada kisaran pH
rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan
dominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh
bakteri. Berdasarkan pH-nya mikroba dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a)
mikroba asidofil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 2,0-5,0, (b)
mikroba mesofil (neutrofil), adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH
5,5-8,0, dan (c) mikroba alkalifil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup
pada pH 8,4-9,5.
3.1.3
Kelembaban
dan Pangaruh Kebasahan serta Kekeringan
Mikroba mempunyai nilai kelembaban
optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban
yang tinggi di atas 85%, sedangkan untuk jamur di perlukan kelembaban yang
rendah dibawah 80%. Banyak mikroba yang tahan hidup di dalam keadaan kering
untuk waktu yang lama, seperti dalam bentuk spora, konidia, artospora,
klamidospora dan kista. Setiap mikroba memerlukan kandungan air bebas tertentu
untuk hidupnya, biasanya diukur dengan parameter aw (water activity) atau
kelembaban relatif. Mikroba umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri
umumnya memerlukan aw 0,90- 0,999. Mikroba yang osmotoleran dapat hidup pada aw
terendah (0,6) misalnya khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan
jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau
kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw
0,75. Mikroba yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia
atau dapat membentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya
bakteri karena kekeringan itu ialah:
o
Bakteri yang ada dalam medium
susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama daripada di dalam gesekan
pada kaca obyek. Demikian pula efek kekeringan kurang terasa, apabila bakteri
berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar yang kering.
o
Pengeringan di dalam terang
itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan di dalam gelap.
o
Pengeringan pada suhu tubuh
(37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan pada suhu
titik-beku.
o
Pengeringan di dalam udara
efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat
yang berisi nitrogen. Oksidasi agaknya merupakan faktor-maut.
3.1.4
Tekanan
Osmotis
Osmosis
merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan
material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam
sel mikroorganisme, sedangkan dalam
larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari
dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif.
Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi
·
mikroba osmofil, adalah mikroba yang
dapat tumbuh pada kadar gula tinggi,
·
mikroba halofil, adalah mikroba yang
dapat tumbuh pada kadar garam halogen
yang tinggi,
·
mikroba halodurik, adalah kelompok
mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar
garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30 %. Contoh mikroba osmofil adalah
beberapa jenis khamir.
Khamir osmofil mampu tumbuh pada
larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw = 0,94). Contoh
mikroba halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya
Halobacterium. Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai
kandungan KCl yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan
konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada
yang mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein,
sehingga tahan terhadap ion Natrium.
3.1.5
Pengaruh
Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen,
dikenal mikroorganisme yang bersifat aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob
memerlukan oksigen untuk bernapas, sedangkan mikroorganisme anaerob tidak
memerlukan oksigen untuk bernapas. Adanya
oksigen pada mikroorganisme anaerob justru akan menghambat pertumbuhannya.
Energi pada mikroorganisme anaerob dihasilkan dengan cara fermentasi. Bakteri
aerob dan anaerob dapat diidentifikasi dengan menumbuhakan bakteri pada kultur
cair. Bakteri obligat aerob yaitu berkumpul dibagian permukaan atas tabung agar
dapat memperoleh oksigen secara maksimal. Bakteri obligat anaerob yaitu
berkumpul di dasar tabung untuk menghindari oksigen. Bakteri fakultatif yaitu
sebagian besar berkumpul di atas tabung karena harus melakukan respirasi aerob.
Mikroaerofil yaitu dengan berkumpul dibagian atas tabung tapi bukan bagian
permukaan, bakteri ini memerlukan oksigen dalam konsentrasi rendah. Bakteri
aerotoleran yaitu tidak dipengaruhi oleh oksigen,bakteri ini tersebar di
seluruh tabung.
3.1.6
Pengaruh
Radiasi atau Cahaya
Kebanyakan bakteri tidak dapat
mengadakan fotosintesis, bahkan setiap radiasi dapat berbahaya bagi
kehidupannya. Sinar yang nampak oleh mata kita, yaitu yang bergelombang antara
390 m μ sampai 760 m μ, tidak begitu berbahaya; yang berbahaya ialah sinar yang
lebih pendek gelombangnya, yaitu yang bergelombang antara 240 m μ sampai 300 m
μ. Lampu air rasa banyak memancarkan sinar bergelombang pendek ini. Lebih
dekat, pengaruhnya lebih buruk. Dengan penyinaran pada jarak dekat sekali,
bakteri bahkan dapat mati seketika, sedang pada jarak yang agak jauh mungkin
sekali hanya pembiakannya sajalah yang terganggu. Spora-spora dan virus lebih
dapat bertahan terhadap sinar ultra-ungu. Sinar ultra-ungu biasa dipakai untuk
mensterilkan udara, air, plasma darah dan bermacam-macam bahan lainya. Suatu
kesulitan ialah bahwa bakteri atau virus itu mudah sekali ketutupan benda-benda
kecil, sehingga dapat terhindar dari pengaruh penyinaran. Alangkah baiknya,
jika kertas-kertas pembungkus makanan, ruang-ruang penyimpan daging, ruang-ruang
pertemuan, gedung-gedung bioskop dan sebagainya pada waktu-waktu tertentu
dibersihkan dengan penyinaran ultra-ungu.
3.2 Faktor-faktor Kimia
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu seperti senyawa yang berupa desinfektan dan antibiotik.
Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak sampai membunuhnya
disebut zat antiseptik atau zat baktetiostatik. Zat yang dapat membunuh
membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida.
3.2.1
Desinfektan
a.
Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang
Sejenis
Larutan fenol 2 sampai 4% berguna
bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya daripada fenol.
Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih
banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah lain
untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga
desinfektan menjadi menarik.
b.
Formaldehida (CH2O)
Suatu larutan formaldehida 40% biasa
disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh
bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh
manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahanbahan laboratorium,
alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
c.
Alkohol
Etanol murni itu kurang daya
bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik.
Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
d.
Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang
dilarutkan dalam alcohol, banyak digunakan orang untuk mendesinfeksikan
luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar
karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan
yodium-tinktur.
e.
Klor Dan Senyawa Klor
Klor banyak digunakan untuk
sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau natrium merupakan
desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan minum.
3.2.2
Zat Warna
Beberapa macam zat warna dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri gram positif iktu lebih
peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negative. Hijau berlian,
hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium
untuk mencegah pertumbuhanbakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk
mendesinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu
diperhatikan supaya warna itu tidak sampai kena pakaian.
3.2.3
Obat Pencuci
(Detergen)
Sabun biasa itu tidak banyak
khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau dicampur dengan
heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang
mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen bukan
saja merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama
bakteri yang gram positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak
dipakai garam amonium yang mengandung empat bagian. Persenyawaan ini terdiri
atas garam dari suatu basa yang kuat dengan komponen-komponen. Garam ini banyak
sekali digunakan untuk sterilisasi alat-alat bedah, digunakan pula sebagai
antiseptik dalam pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak merusak
jaringan, lagipula tidak menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat
ini dapat membunuh bangsa jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif
maupun Gram negatif. Agaknya alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama
makin banyak dipakai sebagai pencuci alat-alat makan minum di restoran-restoran.
Zat ini pada konsentrasi yang biasa dipakai tidak berbau dan tidak berasa
apa-apa.
3.2.4
Sulfonamida
Sejak 1937 banyak digunakan
persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia. Terutama
bangsa kokus seperti Streptococcus yang
menggangu tenggorokan, Pneumococcus,
Gonococcus, dan Meningococcus
sangat peka terhadap sulfonamida. Penggunaan obat-obat ini, jika tidak aturan
akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi pula obat-obatan ini dapat
menimbulkan golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya. Khasiat sulfonamida itu
terganggu oleh asam-p-aminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat memegang peranan
sebagai pembantu enzim-enzim pernapasan, dalam hal itu dapat terjadi persaingan
antara sulfanilamide dan asam-paminobenzoat. Sering terjadi, bahwa bakteri yang
diambil dari darah atau cairan tubuh orang yang habis diobati dengan
sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru setelah
dibubuhkan sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat
tumbuh biasa. Berikut ialah rumus bangun sulfonamide dan asam-p-aminobenzoat.
3.2.5
Antibiotik
Antibiotik yang pertama dikenal
ialah pinisilin, yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh jamur Pinicillium. Pinisilin di temukan oleh
Fleming dalam tahun 1929, namun baru sejak 1943 antibiotik ini banyak digunakan
sebagai pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya
bermacam-macam antibiotik diketemukan, dan pada dewasa ini jumlahnya ratusan.
Genus Streptomyces menghasilkan
streptomisin, aureomisin, kloromisetin, teramisin, eritromisin, magnamisin yang
masing-masing mempunyai khasiat yang berlainan. Akhir-akhir ini orang telah
dapat membuat kloromisetin secara sintetik, obat-obatan ini terkenal sebagai
kloramfenikol. Diharapkan antibiotik-antibiotik yang lain pun dapat dibuat
secara sintetik pula. Ada yang kita kenal beberapa antibiotik yang dapat
dihasilkan oleh golongan jamur, melainkan oleh golongan bakteri sendiri,
misalnya tirotrisin dihasilkan oleh Bacillus
brevis, basitrasin oleh Bacillus
subtilis, polimiksin oleh Bacillus
polymyxa. Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus,
basil, maupun spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu
antibiotik yang hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang
spektrumnya sempit. Pinisilin hanya efektif untuk membrantas terutama jenis
kokus, oleh karena itu pinisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit.
Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu, oleh karena
itu tetrasiklin dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebelum suatu antibiotik
digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik
itu diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu.
3.2.6
Garam –
Garam Logam
Garam dari beberapa logam berat
seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang kecil saja dapat menumbuhnkan
bakteri, daya mana disebut oligodinamik. Hal ini mudah sekali dipertunjukkan
dengan suatu eksperimen. Sayang benar garam dari logam berat itu mudah merusak
kulit, maka alat-alat yang terbuat dari logam, dan lagi pula mahal harganya.
Meskipun demikian orang masih bisa menggunakan merkuroklorida (sublimat)
sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh manusia lazimnya kita pakai merkurokrom,
metafen atau mertiolat. ONa HgOH SHgCH2.CH3 CH3
NO3 COONa metafen mertiolat Persenyawaan air rasa yang organik dapat
pula dipergunakan untuk membersihkan biji – bijian supaya terhindar dari
gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan untuk menetesi
selaput lendir, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk mencegah
gonorhoea. Banyak juga orang mempergunakan persenyawaan perak dengan protein.
Garam tembaga jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak digunakan
untuk menyemprot tanaman dan untuk mematikan tumbuhan ganggang di kolam-kolam
renang.
Pada umumnya kerusakan bakteri
dibagi atas 3 golongan yaitu :
a.
Oksidasi
Zat-zat seperti H2O2,
Na2BO4, KmnO4, mudah melepaskan oksigen untuk
menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya oksigen, sehingga
zat ini merupakan desinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun
dapat menimbulkan oksidasi.
b.
Koagulasi atau penggumpalan protein
Banyak zat sperti air rasa, perak,
tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebakan
penggumpalan protein yang merupakan
konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu merupakan protein yang telah mengalami
denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu, protein tidak berfungsi
lagi.
c.
Depresi dan ketegangan permukaan
Sabun itu
mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan
hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae
sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun, hanya
bakteri yang hidup di dalam usus yang mempunyai daya tahan terhadap empedu,
boleh dikatakan pada umumnya bahwa bakteri gram negatif lebih tahan terhadap
pengurangan (depresi) ketegangan permukaan daripada bakteri yang gram positif.
3.3 Faktor-faktor Biologi
Faktor-faktor biologi yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu merupakan hubungan atau interaksi antara
spesies yang akan menyebabkan perubahan kimia dalam komposisi substrat dan pH.
Contoh interaksinya yaitu Netralisme, komensalisme, sinergisme, mutualisme,
kompetisi, amensalisme, parasitisme dan predasi.
3.3.1
Netralisme
Netralisme
adalah hubungan antara dua populasi yang tidak saling mempengaruhi. Hal ini
dapat terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik
dipisahkan dalam mikrohabitat, serta populasi yang keluar dari habitat
alamiahnya. Sebagai contoh interaksi antara mikroba allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba
autochthonous (indigenous), dan antar
mikroba nonindigenous di atmosfer yang kepadatan populasinya sangat rendah.
Netralisme juga terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif, misal dalam keadaan
kering beku, atau fase istirahat (spora, kista).
3.3.2
Komensalisme
Hubungan komensalisme antara dua
populasi terjadi apabila satu populasi diuntungkan tetapi populasi lain tidak
terpengaruh. Contohnya adalah:
·
Bakteri Flavobacterium brevis dapat menghasilkan ekskresi sistein. Sistein
dapat digunakan oleh Legionella
pneumophila.
·
Desulfovibrio mensuplai asetat dan H2
untuk respirasi anaerobic Methanobacterium.
3.3.3
Sinergisme
Suatu bentuk asosiasi yang
menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk dapat melakukan perubahan kimia
tertentu di dalam substrat. Apabila asosiasi melibatkan 2 populasi atau lebih
dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme. Sintropisme sangat
penting dalam peruraian bahan organik tanah, atau proses pembersihan air secara
alami.
3.3.4
Mutualisme
(Simbiosis)
Mutualisme adalah asosiasi antara
dua populasi mikroba yang keduanya saling tergantung dan sama-sama mendapat
keuntungan. Mutualisme sering disebut juga simbiosis. Simbiosis bersifat sangat
spesifik (khusus) dan salah satu populasi anggota simbiosis tidak dapat
digantikan tempatnya oleh spesies lain yang mirip. Contohnya adalah Bakteri Rhizobium sp. yang hidup pada bintil
akar tanaman kacang-kacangan. Contoh lain adalah Lichenes (Lichens), yang
merupakan simbiosis antara algae sianobakteria dengan fungi. Algae (phycobiont)
sebagai produser yang dapat menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan
senyawa organik. Senyawa organik dapat digunakan oleh fungi (mycobiont), dan
fungi memberikan bentuk perlindungan (selubung) dan transport nutrien / mineral
serta membentuk faktor tumbuh untuk algae.
3.3.5
Kompetisi
Hubungan negatif antara 2 populasi
mikroba yang keduanya mengalami kerugian. Peristiwa ini ditandai dengan
menurunnya sel hidup dan pertumbuhannya. Kompetisi terjadi pada 2 populasi
mikroba yang menggunakan nutrien atau makanan yang sama, atau dalam keadaan
nutrien terbatas. Contohnya adalah antara protozoa Paramaecium caudatum dengan Paramaecium
aurelia.
3.3.6
Amensalisme
(Antagonisme)
Satu bentuk asosiasi antar spesies mikroba
yang menyebabkan salah satu pihak dirugikan, pihak lain diuntungkan atau tidak
terpengaruh apapun. Umumnya merupakan cara untuk melindungi diri terhadap
populasi mikroba lain. Misalnya dengan menghasilkan senyawa asam, toksin, atau
antibiotika. Contohnya adalah bakteri Acetobacter
yang mengubah etanol menjadi asam asetat. Thiobacillus thiooxidans menghasilkan
asam sulfat. Asam-asam tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Bakteri amonifikasi menghasilkan ammonium yang dapat menghambat populasi
Nitrobacter.
3.3.7
Parasitisme
Parasitisme terjadi antara dua
populasi, populasi satu diuntungkan (parasit) dan populasi lain dirugikan (host
/ inang). Umumnya parasitisme terjadi karena keperluan nutrisi dan bersifat spesifik.
Ukuran parasit biasanya lebih kecil dari inangnya. Terjadinya parasitisme
memerlukan kontak secara fisik maupun metabolik serta waktu kontak yang relatif
lama. Contohnya adalah bakteri Bdellovibrio
yang memparasit bakteri E. coli.
Jamur Trichoderma sp. memparasit
jamur Agaricus sp.
3.3.8
Predasi
Hubungan predasi terjadi apabila
satu organisme predator memangsa atau memakan dan mencerna organisme lain
(prey). Umumnya predator berukuran lebih besar dibandingkan prey, dan
peristiwanya berlangsung cepat. Contohnya adalah Protozoa (predator) dengan bakteri
(prey). Protozoa Didinium nasutum
(predator) dengan Paramaecium caudatum.
BAB IV
PENUTUP
3.3 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan Makalah
“Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme” dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1.
Faktor lingkungan fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu pengaruh temperatur, kelembaban
dan pengaruh kebasahan serta kekeringan, pengaruh perubahan nilai osmotic,
kadar ion Hidrogen (pH), oksigen, dan pengaruh sinar atau radiasi.
2.
Faktor lingkungan kimia yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain
Yang Sejenis, Formaldehida (CH2O), alcohol, yodium, Klor Dan Senyawa
Klor, zat warna, Obat Pencuci (Detergen), Sulfonamida, antibiotik, garam-garam
logam.
3.
Faktor lingkungan biologi yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu netralisme, komensalisme,
sinergisme, mutualisme (simbiosis), kompetisi, Amensalisme (Antagonisme),
parasitisme, predasi.
3.4 Saran
Bagi mahasiswa
yang ingin memanfaatkan jasa dari mikroorganisme harus selalu memperhatikan
pengaruh lingkungan yang dibutuhkan mikroorganisme untuk proses kehidupannya.
Hal ini sangat diperlukan agar mahasiswa dapat memanfaatkan semaksimal mungkin
jasa dari mikroorganisme tersebut untuk meningkatkan pendapatan atau juga untuk
kepentingan lainnya yang bermanfaat dalam kehidupannya, tanpa menganggu
kehidupan dari mikroorganisme tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, dkk., 1994, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2,
Penerbit buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Buckle, K.
A, 1985, Ilmu Pangan, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Dwidjoseputro,
1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi,
Djambaran, Jakarta.
Fardiaz, S.,
1992, Analisa mikrobiologi Pangan, Gramedia, Jakarta.
Hadioetomo,
R.S., 1993, Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium Mikrobiologi,
Gramedia,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar