Minggu, 31 Mei 2015

Cincin Untuk Khamzam



“Tiiitt...” suara klakson motor Yuni dari parkiran.
“Jadi pergi gak???” tanyanya setengah emosi karna lama nungguin musyawarah kami yang gak siap-siap dari tadi.
“Kita mau bawa apa? Gak mungkin kita pergi pake tangan kosong kan?” tanya Zoya, mengulangi musyawarah yang belum ada keputusan pasti itu.
“Kita kumpulin uang kita seadanya aja gimana? Yang kita penting pergi” jawabku tanpa pikir panjang. Abisnyaaa aku penasaran sama rohingya-rohingya itu, masa Cuma gara-gara gak ada sumbangan kita gak boleh pergi sih -__-
“Ah! Aku gak ikutan lah, “ beberapa teman tereliminasi. Mereka memutuskan pulang aja, katanya sih malu-maluin.
“Oke, kita kumpulin sumbangan seadanya aja” sahut sebagian yang lain, mereka setuju dengan pendapatku. Yuhuuu akhirnya...
Kami pun mengumpulkan uang seadanya dan membeli beberapa makanan untuk dibawa, walaupun dikit yang penting kan ikhlas, hehe...
Petualangan dimulai, kami menempuh perjalanan satu jam dari kampus menuju tempat warga rohingya diungsikan. Lelah sih, tapi rasa penasaran lebih besar dari rasa lelah itu sendiri. Akhirnya kami sampai disalah satu desa di Aceh Utara yang tepat berada di pesisir pantai. Disinilah tempat muslim rohingya berlindung dari segala kekacauan yang mereka alami, mereka ditempatkan di sebuah lapangan luas di pinggir pantai tersebut, disediakan barak-barak untuk mereka tidur, ada juga toilet darurat yang dibangun oleh relawan dan masyarakat sekitar. Ini mengingatkanku pada pengungsi korban tsunami 10 tahun silam, tak terbayang seberapa berat beban yang meraka rasakan.
“Kayaknya itu tenda tempat menampung bantuan”. Tunjuk Yuni sambil membawa kotak berisikan sumbangan ke sebuah tenda.
“Ini dari mana dek??” Tanya salah satu relawan disitu.
“Ini dari anak kost bang” cetus April yang diikuti gelak tawa kami dan relawan yang ada disitu.
“Terima kasih ya dek...”
Setelah berbincang sejenak, kami pun memutuskan untuk berkeliling melihat-lihat warga rohingya yang sedang beraktifitas. Kulihat ada sekumpulan orang yang sedang mengerumuni salah satu warga rohingya. Tak mau ketinggalan, kami juga ikutan berada diantara kerumunan itu. Ternyata seorang ustad sedang mewawancarai salah seorang warga rohingya menggunakan bahasa arab. Gak ngerti sih mereka ngomong apa, tapi ikutan aja nanti juga ngerti sendiri (kalo monyet udah bertelur).
“Katanya, mereka gak mau balek lagi kesana, mereka betah disini. Orang-orangnya ramah dan menyambut mereka dengan baik”. Kata Nurmalinin mentranslitkan pembicaraan para ustad itu. Nurmalinin alias Ninin adalah seorang ustazah dari sebuah pesantren terpadu dekat kampus, jadi wajar aja dia ngerti bahasa arab.
Tak lama kemudian, seorang warga rohingya yang bisa berbahasa melayu ikut berbicara dalam kumpulan itu. Dia menceritakan banyak hal, katanya mereka disana dilarang azan, shalat bahkan mushaf alquran pun dibakar oleh orang-orang dari etnis budha, yang lebih parahnya lagi mereka membunuh bayi didepan ibunya sendiri. Masya Allah... dimana rasa kemanusiaan mereka??? Dia juga bilang, ketika mereka dikapal, jika ada yang meninggal langsung dishalatkan dan dibuang ke laut. Ya Allah, tak tahan aku mendengarnya. Kucoba mengalihkan pandanganku ke arah lain, malu lah kalo ketauan nangis. Tapi keknya bukan aku aja yang mau nangis disitu, kuliat Zoya juga menundukkan kepalanya. Hayooo... nangis ya joy?? Cemen amat, hihi
Setelah lama mendengar curahan hati mereka, kami pun kembali berkeliling. Kali ini kami menemui kumpulan anak-anak yang sedang bermain di ayunan yang disediakan. Kulihat tawaan mereka, terselip rasa lega di hati. Rupanya mereka udah bisa tersenyum...
“Who can speak english here??” tanyaku mencoba berkomunikasi dengan mereka.
“No, no, no,” kurasa hanya itu yang mereka tau.
Disini titik kesulitannya, kami tak bisa berkomunikasi dengan mereka. Setelah lama berkeliling, kami melihat sekumpulan gadis sedang berkumpul sambil menjemur pakaian. Kami pun mengahampiri mereka. Mereka menyambut kami dengan baik.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam, boyo boyo “ kata salah satu gadis kecil.
“Indonesia duduk, burma boyo” sambungnya lagi. Dia terlihat seperti gadis periang, tiap ngomong pasti ketawa (mungkin dia lagi ngetawain kami karna gak ngerti bahasanya)
Aku kembali mencoba berkomunikasi. Kutanya namanya, tapi dia gak ngerti. Aku pun memperkenalkan namaku dan teman-temanku.
“Ini Riza, Zoya,...” kataku sambil menunju-nunjuk.
“Oo.. nam?? Khamzam “ katanya memperkenalkan diri dan kawan-kawannya.
“Keluargamu mana?” tanyaku menggunakan bahasa isyarat. Lagi-lagi dia gak ngerti.
“Your father? Mother?” sambungku lagi diikuti isyarat tangan. Kali ini mungkin dia agak ngerti. Dia berbicara menggunakan bahasa burma yang juga diikuti isyarat tangan. Dia bilang dia sendirian disini, orang tuanya tidak disini. Agak sedikit membuatku menghela nafas panjang. Seorang gadis kecil? Sendirian?
“Umurmu berapa?” kali ini dia semakin bingung. “umur” kataku lagi dengan isyarat tangan.
“oo boch” katanya sambil menunjukkan jari tangannya 10 dan 3, artinya dia 13 tahun.
Subhanallah 13 tahun harus terpisah dari keluarga dan mengalami banyak tekanan seperti ini tapi dia bisa sekuat ini, masih bisa tertawa seakan tak terjadi apa-apa. Aku mungkin tak akan sekuat dia.
Masih banyak hal yang ingin kutanyakan padanya, tapi keterbatasan bahasa membuatku menyerah, aku terdiam sejenak memikirkan isyarat apa lagi yang akan kutampilkan. Tiba-tiba dia menyentuh tanganku dan menunjukkan cincin yang kupakai kepada temannya. Aku gak ngerti mereka ngomong apa (mungkin mereka bilang cincinnya bagus, hehe). Mereka mengisyaratkan ingin membeli cincinku (ngertinya setengah jam kemudian). Aku bingung jawabnya gimana, cincin ini pemberian bunda dan gak dijual.
“this is gold and expensive” kataku sambil mengisyaratkan segunungan uang. Tetap aja mereka gak ngerti. Aku masih tak mau menyerah, kutunjukkan cincin itu diikuti dengan tanganku yang menyilang (susah jelasinnya). Gak tega sih, tapi mau gimana lagi? Gak mungkin aku jual cincin ini. Sebenarnya aku punya cincin murah yang gak terpake dirumah, tapi tak terbawa -_- Aku bertekad suatu hari nanti kalo Dikasih kesempatan jumpa lagi dengan khamzam insya Allah akan kuberikan beberapa cincinku yang tak terpakai lagi.
Sampai jumpa lagi Khamzam... semoga senyum indah itu masih tetap terukir di wajah mungilmu J dan semoga Allah melindungi kalian semua, wassalam J


Aceh Utara, 26 Mei 2015

Jumat, 01 Mei 2015

Pedoman Pergaulan Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Al-Quran






Assalamualaikum Wr. Wb...
Tidak hanya bumi yang berputar, sekarang otak manusia juga ikutan berputar. Bedanya, kebanyakan otak manusia berputar melawan rotasinya sendiri. Dan sialnya, kita berada di zaman revolusi otak manusia, dimana laki-laki dan perempuan dianggap sama, bisa bergaul sesuka hati, boleh bersentuhan dan lain sebagainya.
So... gimana sih pandangan Islam dan Alquran menanggapi ini??
“katakanlah kepada laki-laki yang beriman ‘hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. Annuur 24:30)
Setelah denger Firman Allah tadi, What do you feel?? Merasa bergetar? Atau malah panas? (setan kali xD)
Jelas sekali kan?? Pandangan aja harus dijaga, apalagi tubuh, tangan, dan sebagainya...
Trus? How about women?
“katakanlah kepada wanita yang beriman ; ‘hedaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menmpakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka metupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera2 mereka, dan putra2 suami mereka, atau saudara2 laki2 mereka, atau putra2 saudara perempuan mereka, atau wanita2 islam, atau budak2 yang mereka miliki, atau pelayan2 laki2 yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak2 yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang2 beriman supaya kamu beruntung”. (QS. Annuur 24:31)
Gak Cuma laki-laki, peraturan dalam “menjaga diri” juga wajib bagi wanita. Banyak hal yang wajib dijaga kan ukhti? 

Nostalgia SMA



Versi Istana Sentris

            Pagi itu, mata pelajaran paling mengerikan (matematika) dimulai. dan seperti biasa, suasana berubah horor ketika sang guru masuk kelas. Pak S*** memang terkenal galak, dia paling gak suka kalo aturan / perintahnya gak dipatuhi. Tapi segalak-galaknya pak S***, dia juga punya sisi imutnya kalo lagi ketiduran dikelas (biasanya karna nonton bola :D), sayangnya aku gak sempat mendokumentasikan hal ini, Hehe...
Tanpa banyak basa-basi pak S*** menuliskan sebuah soal dipapan tulis. Ini momen yang bikin jantungan >_<
“siapa yang bisa mengerjakan soal ini?”. Tanyanya yang diikuti dengan tunjukan tangan Amel, anak paling pinter dikelas.
“kecuali Amel”. Sambungnya lagi.
Yang tadinya sempat lega, siap-siap aja dijemput malik maut. Seluruh ruangan hening, ada yang kakinya gemetar (pasti kebelet pipis :D) dan ada pula yang pura-pura nulis, kayak aku dan kawan sebangkuku (yayang) misalnya.
Kurasa aku tau kemana spidol itu akan mengarah, seperti biasa korbannya kalo bukan aku, ya...
“kamu, kerjakan soal ini”. Feelingku gak salah lagi.
Aku bener-bener gak tega liat muka si Yayang yang mulai memucat.
“dek... aku gak bisa... L “.
“Heh! Ingat kata ajaibnya? Bukan GAK bisa, tapi BELUM bisa, perkataan itu do’a loh.. “. Kata- kata itu sering kulontarkan untuk menyemangatinya.
“bawa aja buku Riza, belum tentu betol sih... tapi seenggaknya ada yang bisa ditulis “. Sambungku menyerahkan buku yang sedari tadi kucoret-coret padanya. Bagiku matematika itu seperti pelajaran mengarang, kamu bebas berkreasi tanpa takut salah walau sebenarnya salah (Hihi..)
Yayang pun menghela nafas panjang dan mulai berdiri, tapi...
“gak usah bawa buku”. Sang guru membuatnya drop lagi.
“gimana ni??? L “. Kali ini mukanya membiru.
“tulis apa aja yang keluar di kepala”.
Helaan nafas panjang untuk kesekian kalinya, dia pun maju.
Baru nulis beberapa baris, Yayang dipersilahkan duduk kembali. Itu artinya akan ada korban berikutnya.
“Putri, maju”.
Aduuuhh... mati aku >_<
Sekarang aku tau rasanya jadi Yayang, gak semudah bualanku rupanya -_-
Aku pun menghela nafas panjang dan mulai menjinakkan rasa gugupku. Aku mulai berkreasi di papan tulis persegi itu, kutulis apa saja yang keluar dibenakku. Aku gak peduli apa hasilnya, yang kutau adalah “segalak-galaknya pak S*** , dia gak doyan makan manusia” jadi, salah gak masalah kan??? ;)

The End